Langsung ke konten utama

Gimana Hukumnya Foto dengan Kamera, Apakah Sama dengan Lukisan?

Manjanik(dot)net – Afwan mau tanya, kenapa Manjanik jarang update berita dan artikel yaa, khususnya artikel dari Ustadz Qutaibah? Ustadz mau tanya, gimana hukumnya foto? Apakah hukumnya sama dengan lukisan? Syukron. [Aini via BBM Manjanik 2]

Jawaban Ustadz Qutaibah [Pengampu Rubrik Islamiyyah Manjanik(dot)net]

Bismillah wash shalatu was salaamu ‘ala rasulillah.. Sebelumnya kami terlebih dahulu meminta maaf kepada para pembaca semuanya, dikarenakan padatnya kegiatan dan acara, sehingga dalam beberapa pekan ini kami kurang maksimal baik dalam menyuguhkan berbagai artikel Islam atau menanggapi berbagai masukan dan pertanyaan. Sehingga kami memohon, semoga Allah selalu memudahkan seluruh urusan kaum Muslimin.

Adapun untuk pertanyaan diatas, dan dengan pertolongan dari Allah, kami berusaha menjawabnya. Antara foto dan lukisan itu memiliki perbedaan yang sangat menonjol dan nampak, baik dari berbagai sisi maupun hukumnya.

Foto adalah gambar yang dihasilkan dari alat kamera sedangkan lukisan adalah gambar yang dihasilkan dari hasil karya tangan, sehingga hukum syari’at dari keduanyapun berbeda. Sebagaimana telah datang larangan dan ancaman keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai gambar menggunakan tangan atau lukisan. Rasulullah bersabda,

أشد الناس عذابا يوم القيامة المصورون

“Manusia yang paling keras adzabnya adalah para pelukis atau penggambar (makhluk hidup yang bernyawa)”. (HR. Bukhari Muslim)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula,

أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهون بخلق الله

“Manusia yang paling keras adzabnya adalah orang yang menandingi ciptaan Allah”. (HR. Bukhari Muslim)

Dan hal itu termasuk dari dosa-dosa besar. Karena tidak mungkin ada ancaman dan laknat dalam suatu nash dalil, kecuali dalil tersebut menunjukkan kepada suatu amalan yang tergolong dosa besar.

Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwasanya para pelukis atau penggambar akan diancam dengan meniupkan ruh kedalam gambar yang ia lukis, namun ia tidak akan mampu untuk melakukannya, sebagaimana dalam hadits Nabi,

كلف أن ينفخ فيها الروح و ليس بنافخ

“Dia akan dibebankan untuk meniupkan ruh didalam lukisan yang ia gambar sedangkan ia tidak mampu melakukannya”. (HR. Bukhari Muslim). Untuk diketahui semua bahwa hukum diatas jika mengenai gambaran dengan menggunakan tangan atau biasa disebut lukisan.

Adapun jika foto dengan alat kamera, maka ini adalah suatu hal yang tidak dilarang dan diperbolehkan. Karena foto dengan kamera bukanlah perbuatan yang termasuk dari ancaman hadits rasul diatas. Karena sama sekali kamera tidak menggambar wajah, mata, pipi, dan bibir ataupun organ tubuh lain. Akan tetapi Allah lah yang menciptakannya dan kamera hanya mengutip dan mengambilnya.

Dan yang menunjukkan hal tersebut adalah misalkan Anda menulis suatu makalah dengan tangan Anda, namun Anda memfoto copynya, apakah dapat dikatakan bahwasanya alat foto copy tersebut pencipta tulisannya? Jelas tidak, pencipta tulisan tersebut tetaplah Anda.

Akan tetapi hal yang menjadi perhatian  penting dan perlu untuk digaris bawahi adalah tujuan dari foto tersebut. Jika foto untuk suatu yang halal maka diperbolehkan, namun jika untuk suatu hal yang haram maka dilarang. Karena hukum foto dengan kamera adalah mubah, dan telah disebutkan dalam suatu kaidah,

الوسائل لها أحكام المقاصد

”Wasilah mempunyai hukum tujuan”.

Jika tujuannya untuk ketaatan maka disyari’atkan, namun jika untuk keharaman maka dilarang. Sebagaimana jika foto menggunakan kamera dengan tujuan untuk dipajang di dinding agar dikenang, maka hal ini terlarang, karena Rasulullah bersabda,

إن الملائكة لا تدخل بيتا فيه صورة

“Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk kedalam suatu rumah jika didalamnya terdapat gambar”.
(HR. Bukhari Muslim). Wallahu ta’ala a’lam… [TMJ]

Postingan populer dari blog ini

Kapankah Waktu Qailullah (Tidur Siang) itu?

Manjanik(dot)net – Afwan mau tanya ustadz, yang di maksud tidur siang  atau yang biasa disebut Qailullah itu sebenarnya waktunya kapan ya..? Ini ada yang berpendapat sebelum Dzuhur, dan ada yang berpendapat setelah Dzuhur.. Mohon penjelasannya disertai hujahnya yaa.. [Hamba Allah di Surabaya via WA] Jawaban Ustadz Qutaibah [Pengampu Rubrik Islamiyyah Manjanik] Alhamdulillahi robbil-‘aalamin.. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada manusia pilihan dan teladan seluruh manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memang betul terdapat ikhtilaf ulama dalam menafsirkan waktu Qailullah, apakah sebelum Dzuhur atau sesudah Dzuhur atau keduanya. Imam Syarbini rahimahullah berkata, هي النوم قبل الزوال “Tidur sebelum zawal (waktu Dzuhur).” Al-Munawi rahimahullah berkata, القيلولة: النوم وسط النهار عند الزوال وما قاربه من قبل أو بعد “Qailullah adalah tidur di pertengahan siang ketika zawal atau mendekati waktu zawal sebelum atau sesudahnya.” Al-Badri Al-Aini berkata, القيل

Alur dan Biaya Perpanjangan sim wilayah deli serdang

Mungkin info berikut bisa berguna bagi khalayak semua.. Khalayak punya SIM? Surat Ijin Mengemudi loh.. yang bentuknya kartu tapi namanya surat.. beda sama kartu keluarga, bentuknya surat tapi namanya kartu.. weh gak penting banget, wkwkwkwk.. Nah yang perlu diperhatikan adalah bahwa perpanjangan SIM jangan sampai kelewat masa berlakunya karena akan memyebabkan khalayak harus mengambil SIM BARU lagi alias tidak bisa diperpanjang yang artinya khalayak harus ikut ujian tertulis, ujian praktik dan biaya yang lebih banyak daripada biaya perpanjangan SIM. Lalu berapakah biaya perpanjangan SIM? sabar.. Sebelum kesana ada berkas-berkas yang harus khalayak siapkan, apa saja?  simak yang berikut ini : Photokopi KTP 1 lembar KTP asli 1 lembar photokopi SIM 1 lembar SIM asli 1 lembar Map 1 unit Uang asli beberapa lembar  Angkutan, bisa motor, angkot, becak, mobil, sepasang kaki.. terserah yang penting jangan helikopter, pesawat sama kereta api ataupun kapal laut karena gak

Kalau Anda Tahu Sejarah GELAR HAJI, Itu Warisan Penjajah Belanda, Karena TAKUT Pada Orang Yang Baru Pulang Dari SAUDI

“SEJARAH GELAR HAJI DI INDONESIA” berhaji-ke-mekahTahukah anda bahwa gelar tambahan “HAJI” itu hanya terjadi di Indonesia ??? Di Arab Saudi maupun negara belahan dunia manapun ketika seseorang pulang menunaikan ibadah Haji tidak ada yang menambahkan gelar tersebut di depan nama mereka. Bahkan kita tidak pernah memanggil Rosulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan gelar “Haji Muhammad” atau kepada sahabat-sahabat Rasulullah dengan sebutan “Haji Abubakar Ash-Shiddiq”, “Haji Umar bin Khath-thab”, “Haji Utsman bin Affan” maupun “Haji Ali bin Abi Thalib”. Lalu bagaimana sejarahnya gelar “HAJI” itu bisa muncul di Indonesia…? Pada zaman pendudukan Belanda, banyak pahlawan Indonesia yang menunaikan ibadah Haji (seperti Pangeran Diponegoro, HOS Cokroaminoto, Ki Hajar Dewantara dll.) dan kepulangan mereka dari ibadah Haji banyak membawa perubahan untuk Indonesia, tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini merisaukan pihak penjajah Belanda. Maka salah