Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Akal-Akalan dalam Riba

Selalu saja ada akal-akalan untuk bisa melegalkan yang haram. Kadang dengan pengaburan istilah. Kadang pula dengan melakukan trik-trik yang tetap haram. Trik-trik untuk bisa melegalkan yang haram salah satunya dapat kita lihat dalam transaksi riba. Memahami Riba Secara etimologi, riba berarti tambahan ( al fadhl waz ziyadah ). Di antara definisi riba yang bisa mewakili definisi yang ada telah dikemukakan oleh Muhammad Asy Syarbiniy. Riba adalah, عَقْدٌ عَلَى عِوَضٍ مَخْصُوصٍ غَيْرِ مَعْلُومِ التَّمَاثُلِ فِي مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ الْعَقْدِ أَوْ مَعَ تَأْخِيرٍ فِي الْبَدَلَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا “ Suatu akad/ transaksi pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syari’at, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau salah satunya ” (Mughnil Muhtaj, 6: 309). Sudah diketahui pula bahwa riba itu diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kata sepakat) para ulama (Lihat Al Mughni, 7: 492). Di antara

Riba: Definisi, Hukum, dan Macamnya

Definisi Riba Secara literal, riba bermakna tambahan ( al-ziyadah ) [1] . Sedangkan menurut istilah;  Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi. [2]  Imam Suyuthiy dalam  Tafsir Jalalain  menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya [3] . Di dalam kitab  al-Mabsuuth,  Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah  al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’  (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat. [4]  Dalam  Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah , disebutkan; menurut syari

Riba Haram dalam Segala Keadaan, Benarkah?

Pertanyaan: Apakah setiap riba dalam bentuk apapun pasti diharamkan secara mutlak atas kedua belah pihak (pemberi piutang/rentenir dan yang berhutang)? Ataukah hanya diharamkan atas rentenir saja, sedangkan yang berhutang terbebas? Dan bila yang berhutang tidak berdosa, apakah hal ini hanya bila sedang membutuhkan kepada piutang saja, terjepit dan kemiskinan, ataukah kebutuhan tidak menjadi persyaratan bagi bolehnya berhutang dengan membayar riba? Bila dibolehkan bagi orang yang membutuhkan/terjepit, apakah bagi orang yang kebutuhannya tidak terlalu mendesak boleh untuk berhutang dari bank yang bertransaksi dengan bunga/riba 15 % setiap tahun –misalnya-. Dengan demikian, ia dapat berusaha dengan modal uang hutang tersebut, dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari bunga/riba yang ditetapkan, misalnya keuntungannya sebesar 50 % setiap tahun. Dengan cara ini, berarti ia berhasil memperoleh hasil dari piutang tersebut sebesar 35 % yang merupakan sisa keuntungan dikurangi bung